Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan bahwa perundingan antara Iran dan E3 (Prancis, Jerman, dan Inggris) masih berlangsung, namun berada di jalur terpisah dari pembicaraan dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Beliau menekankan bahwa Iran, Rusia, dan China sependapat bahwa Troika Eropa tidak memiliki hak untuk mengaktifkan mekanisme pemulihan sanksi, seraya menyebut syarat yang ditetapkan E3 untuk memperpanjang tenggat aktivasi sebagai langkah yang tidak dapat diterima dan tidak bijaksana. Araghchi mengonfirmasi bahwa kesepakatan baru antara Iran dan IAEA telah membentuk kerangka kerja baru bagi kerja sama keduanya, dengan lembaga internasional itu secara resmi mengakui bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran adalah tindakan ilegal. Ia menambahkan, kesepakatan tersebut tidak mengizinkan inspeksi terhadap fasilitas yang pernah diserang, dan para inspektur IAEA tidak dapat mengakses situs nuklir apa pun tanpa otorisasi dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Kesepakatan itu, menurutnya, telah mengakomodasi semua kekhawatiran keamanan Iran dan akan tetap berlaku selama tidak ada tindakan permusuhan terhadap kepentingan negara, termasuk upaya untuk mengaktifkan mekanisme pemulihan sanksi. Ia juga menegaskan tidak ada ruang untuk penafsiran ganda terhadap Perjanjian Kairo karena teksnya sangat jelas.
Araghchi memperingatkan bahwa mengaktifkan mekanisme pemulihan sanksi akan menjadi sebuah kekeliruan besar yang tidak akan memberi keuntungan bagi pihak Eropa. Ia memastikan bahwa Iran pasti akan merespons jika mekanisme itu dijalankan, dengan bentuk respon yang akan ditentukan oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi. Salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan adalah penarikan diri Iran dari Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT), meski ia menekankan bahwa semua kemungkinan sedang dibahas dan ada opsi lain yang mungkin lebih menguntungkan. Araghchi juga menilai bahwa memperpanjang tenggat mekanisme pemulihan sanksi bisa memberi ruang tambahan bagi diplomasi untuk menemukan solusi atas perbedaan yang ada.
Menanggapi agresi Israel terhadap Qatar, Araghchi menilai bahwa serangan itu telah memperlihatkan wajah asli Israel kepada kawasan dan membuktikan bahwa ia merupakan ancaman utama bagi keamanan regional. Ia menegaskan bahwa penghentian kejahatan Israel hanya dapat dicapai melalui aksi kolektif negara-negara Islam, seraya mengingatkan bahwa Palestina tidak memerlukan sekadar pernyataan kecaman. Dalam konteks Lebanon, Araghchi menekankan bahwa persoalan senjata Hizbullah adalah urusan internal Lebanon yang harus ditentukan rakyatnya sendiri, seraya menegaskan dukungan Iran bagi kelompok tersebut tanpa bermaksud mencampuri urusan domestik Lebanon. Beliau mengingatkan para pejabat Lebanon bahwa Israel menginginkan negara-negara di kawasan tetap lemah bahkan terpecah, sehingga mereka harus tetap waspada.
Dalam percakapan telepon dengan Sekjen PBB Antonio Guterres, Araghchi menegaskan tekad Iran untuk melindungi hak dan kepentingan rakyatnya sesuai dengan NPT, serta menyerukan agar PBB dan seluruh negara mengambil sikap jelas dan tegas dalam mengutuk agresi terhadap fasilitas nuklir damai Iran. Ia menilai posisi E3 sangat tidak bertanggung jawab karena menutup mata terhadap agresi AS-Israel sekaligus mengancam pemulihan sanksi, sebuah kontradiksi yang hanya akan memperumit keadaan. Araghchi menegaskan bahwa dengan memilih jalur dialog konstruktif bersama IAEA, Teheran telah menunjukkan tanggung jawab dan itikad baik dalam mencari pemahaman terkait kewajiban pengamanan pasca serangan terhadap fasilitas nuklirnya, dan karena itu ia mendesak kekuatan Eropa serta anggota Dewan Keamanan PBB untuk mengakui serta menghargai upaya serius tersebut.
Sumber berita: Al Mayadeen
Sumber gambar: South China Morning Post (SCMP)