Gelombang solidaritas yang berangkat dari Barcelona menuju Gaza kembali diguncang oleh serangan pada 9 September 2025, ketika kapal utama Global Sumud Flotilla, Alma, dihantam drone di perairan Tunisia. Kapal berbendera Inggris itu terbakar di bagian dek atas, meski api berhasil dipadamkan oleh awak tanpa menimbulkan korban jiwa. Serangan tersebut terjadi hanya sehari setelah kapal lain yang bersandar di Tunisia menjadi sasaran proyektil pembakar, sebagaimana terekam kamera pengawas, menandai dua serangan beruntun terhadap armada yang membawa misi kemanusiaan untuk Gaza.
Penyelenggara menegaskan bahwa rangkaian serangan ini adalah upaya sabotase yang disengaja untuk menghalangi misi kemanusiaan mereka. “Serangan berulang ini terjadi di tengah intensifikasi agresi Israel terhadap rakyat Gaza, dan jelas merupakan usaha terkoordinasi untuk mengalihkan perhatian serta menggagalkan misi kami,” tegas mereka, sembari menegaskan bahwa kampanye mematahkan blokade Israel tetap berjalan dengan tekad yang tak tergoyahkan.
Kecaman juga datang dari para ahli HAM PBB yang sebelumnya telah memperingatkan agar Israel menghentikan semua ancaman terhadap Global Sumud Flotilla dan menjamin keselamatan para peserta. Mereka menegaskan bahwa setiap upaya untuk menghalangi flotilla adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan prinsip kemanusiaan, apalagi mengingat blokade Gaza selama 17 tahun yang secara hukum internasional dianggap sebagai bentuk hukuman kolektif. Para pakar menekankan bahwa pemerintah di seluruh dunia memiliki kewajiban untuk melindungi flotilla dan menekan Israel agar segera mencabut blokade yang mencekik jutaan orang di Gaza.
Ancaman itu semakin nyata ketika Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, dikabarkan mendorong agar para peserta ditahan dengan kondisi penjara yang keras dan kapal-kapal mereka disita. Para pakar PBB menegaskan, langkah semacam itu tak ubahnya intimidasi, pembalasan, dan hukuman kolektif terhadap pembela HAM internasional.
Sementara itu, suara dari dalam armada juga mencerminkan tekad yang sama. Boris Vitlacil, seorang aktivis asal Bosnia yang bergabung sejak keberangkatan dari Barcelona, memperingatkan bahwa pasukan Israel bisa saja menggunakan tembakan langsung atau bahkan berusaha menenggelamkan kapal-kapal untuk mencegah mereka mencapai Gaza. “Saya tidak yakin mereka akan menangkap kami, karena jumlah kapal lebih dari 50. Yang lebih mungkin, mereka akan mencoba cara lain untuk menghalangi, bahkan dengan kekerasan,” ujarnya dalam konferensi pers daring yang digelar Gerakan Gaza di Sarajevo.
Tara O’Grady, aktivis asal Irlandia, dalam wawancara dengan Al Mayadeen menegaskan bahwa flotilla ini murni misi kemanusiaan, meski para pesertanya sudah dilabeli “teroris” oleh rezim Zionis. “Kami justru kebalikan dari itu. Kami punya keluarga untuk kembali, tapi kami juga punya tanggung jawab kemanusiaan untuk membela Gaza,” ujarnya. Ia menekankan bahwa penderitaan rakyat Gaza adalah “penghinaan terhadap kemanusiaan kita semua,” sembari mengingatkan dunia akan kebrutalan Israel di masa lalu. “Kami akan selalu ulangi: kebebasan untuk Palestina,” tandasnya.
Di Tunisia, keberangkatan armada Sumud Maghreb yang dijadwalkan berlayar ke Gaza juga mengalami penundaan. Semula direncanakan berangkat pada Minggu, namun ditunda hingga Rabu, 10 September, karena alasan teknis dan logistik di luar kendali panitia. Armada ini nantinya akan bergabung dengan kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang sudah bertolak dari Spanyol dan Italia. Penundaan ini menyusul keterlambatan sebelumnya akibat cuaca buruk, menambah tantangan bagi para relawan yang bertekad menembus blokade.
Di sisi lain, pemerintah Inggris justru memilih cuci tangan. Meski Alma berlayar di bawah bendera Inggris dan sejumlah warganya turut serta dalam misi, Perdana Menteri Keir Starmer menolak memberikan jaminan perlindungan. Seruan dari para aktivis agar pemerintah Inggris mendukung dan melindungi mereka jika dicegat Israel tidak diindahkan, meski lebih dari 140 anggota parlemen dari berbagai negara lain sudah menandatangani pernyataan bersama menuntut dibukanya koridor kemanusiaan demi menjamin keselamatan peserta.
Di tengah semua tekanan, ancaman, dan serangan, pesan yang datang dari armada kemanusiaan itu tetap satu: blokade Gaza adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, dan upaya untuk mematahkannya adalah kewajiban moral seluruh umat manusia. Global Sumud Flotilla, meski diguncang rudal, api, dan intimidasi, tetap berlayar dengan tekad penuh: menuju Gaza, menuju kebebasan Palestina.
Sumber berita: Al Mayadeen
Sumber gambar: The South China Morning Post