Jurnalis Palestina Saleh al-Jaafarawi Gugur Saat Meliput di Gaza
Jurnalis Palestina terkemuka Saleh al-Jaafarawi gugur syahid pada Minggu, 12 Oktober 2025, setelah ditembak oleh kelompok kolaborator Israel di Gaza ketika sedang menyiapkan laporan berita.
Menurut sumber setempat, Saleh al-Jaafarawi ditembak saat bekerja di Jalan 8, selatan Kota Gaza, ketika mendokumentasikan situasi terbaru di kawasan itu. Para saksi mengatakan, ia tengah menyiapkan laporan ketika sejumlah anggota kelompok bersenjata yang bekerja sama dengan pendudukan Israel melepaskan tembakan dan menewaskannya di tempat.
Selama dua tahun terakhir, al-Jaafarawi dikenal luas atas liputannya mengenai perang Israel di Gaza, yang menyoroti penderitaan manusia, kehancuran, serta keteguhan rakyat Palestina. Liputannya diakui secara internasional karena mengungkap kejahatan perang dan keteguhan warga sipil Gaza di tengah blokade.
Dalam pesannya setelah gencatan senjata terbaru dikonfirmasi, al-Jaafarawi menulis:
“Ya, perang telah berakhir, tetapi jangan alihkan perhatian kalian dari Gaza. Tetaplah bersama Gaza, karena Gaza membutuhkan suara kalian, terutama pada tahap selanjutnya.”
Ia menutup dengan kalimat:
“Kami adalah rakyat negeri ini, dan kami berhak hidup di atasnya.”
Dunia Pers Berduka: Gaza Jadi Kuburan Terbesar Jurnalis
Jurnalis dan sejarawan Prancis-Belgia Anthony Bellanger menulis refleksi tajam di The Guardian, menyoroti kemarahan komunitas media dunia atas pembunuhan jurnalis di Gaza yang terjadi, menurutnya, “dengan impunitas Israel.”
Ia menegaskan, sejarah akan mengingat para saksi itu—termasuk Anas al-Sharif, jurnalis muda yang gugur pada 10 Agustus 2025, serta 222 jurnalis Palestina lainnya yang tewas dalam dua tahun terakhir menurut Federasi Internasional Jurnalis (IFJ).
Sejak berdiri pada 1926, IFJ belum pernah mencatat pembunuhan jurnalis sebesar ini—bahkan tidak selama Perang Dunia II, Vietnam, Korea, Suriah, Afghanistan, atau Irak. Gaza kini disebut sebagai kuburan terbesar bagi jurnalis dalam sejarah modern.
Menurut Bellanger, pembunuhan itu merupakan strategi sistematis: menyingkirkan saksi, menutup Gaza dari pandangan dunia, dan mengendalikan narasi. Dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji “menjajah kembali Gaza,” perang informasi menjadi bagian dari perang militer itu sendiri.
Pertukaran Tawanan Dimulai di Tengah Gencatan Senjata
Pada Senin pagi, 13 Oktober 2025, media Israel melaporkan bahwa tujuh tawanan Israel yang dibebaskan oleh Hamas telah diserahkan kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Gaza utara dan dilaporkan dalam kondisi baik.
Penyerahan ini dilakukan setelah beberapa hari negosiasi yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat. Bus-bus Palang Merah juga menuju Khan Younis untuk menjemput kelompok berikutnya.
Di pihak Palestina, bus-bus berangkat dari Gaza menuju perlintasan Karem Abu Salem untuk menjemput para tahanan yang akan dibebaskan. Namun hingga siang hari, keluarga para tahanan belum menerima daftar resmi nama-nama yang bebas.
Menurut Channel 13, penyerahan dimulai pukul 08.00 di kawasan Netzarim, disusul tahap kedua pukul 10.00 di Khan Younis, di bawah pengawasan internasional. Di Israel, bus berisi tahanan Palestina tiba di Penjara Ofer, dengan lebih dari 2.000 tahanan dijadwalkan bebas pada tahap pertama kesepakatan.
Juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Shosh Bedrosian, mengatakan pemerintah berharap seluruh 20 tawanan Israel yang masih hidup akan dibebaskan sekaligus. Netanyahu menyebut peristiwa ini “bersejarah,” meski “penuh kesedihan dan kebahagiaan.”
Hamas Sebut Kesepakatan sebagai Kemenangan
Kepala Hamas di Gaza sekaligus kepala perunding Palestina, Khalil al-Hayya, pada Kamis, 9 Oktober 2025, mengumumkan tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri perang dua tahun yang menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina. Ia menyebut kesepakatan itu mencakup pembebasan 250 tahanan seumur hidup, 1.700 tahanan dari Gaza yang ditangkap setelah 7 Oktober, serta semua perempuan dan anak-anak.
Dalam pernyataannya pada Senin, 13 Oktober 2025, Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, menegaskan bahwa kesepakatan itu adalah “buah keteguhan rakyat Palestina” dan bukti kegagalan Israel untuk memaksakan kehendak melalui kekuatan militer.
Mereka menyatakan, “Israel kini bernegosiasi dan menukar tawanan, seperti yang telah dijanjikan oleh perlawanan sejak awal.”
Meski gencatan senjata telah berlaku, pasukan Israel tetap melakukan penggerebekan semalam di Beit Lahm, Abu Dis, Nablus, dan Deir Istiya, menyerbu rumah tahanan yang dijadwalkan bebas. Sumber Palestina melaporkan beberapa penangkapan baru, mencerminkan rapuhnya gencatan senjata bahkan saat pertukaran berlangsung.
Di Israel, surat kabar Haaretz menyebut kesepakatan ini sebagai “perjanjian yang dipaksakan kepada Netanyahu yang lemah.”
Sementara Brigade al-Qassam menutup pernyataannya dengan janji:
“Gaza dan para pejuangnya telah mengorbankan yang paling berharga untuk memecahkan belenggu tahanan. Kebebasan kalian akan tetap menjadi prioritas utama perjuangan nasional Palestina.”
Laporan ini disusun berdasarkan berbagai sumber berita dan pernyataan resmi.