Skip to main content

Serangan Mendadak di Gaza: Perlawanan Guncang Pasukan Israel

Perlawanan Palestina kembali mengguncang jantung kekuatan pendudukan. Pada Rabu pagi, 8 Oktober 2025, sekelompok pejuang dari faksi perlawanan melancarkan serangan mendadak terhadap posisi militer Israel di dalam Jalur Gaza, menembus dari terowongan bawah tanah di selatan Kota Gaza — hanya beberapa jam setelah Menteri Pertahanan Israel, Yisrael Katz, mengunjungi lokasi yang sama.

Menurut laporan Radio Tentara Israel, operasi itu dilakukan oleh anggota Gerakan Hamas. Beberapa pejuang dilaporkan gugur dalam bentrokan sengit di sekitar persimpangan Netzarim, sementara sisanya berhasil mundur melalui terowongan.

Katz, dalam pernyataannya usai kunjungan lapangan di lingkungan Sabra, memerintahkan tentaranya untuk “siaga terhadap segala kemungkinan dan menggunakan semua kekuatan yang diperlukan tanpa ragu,” sembari mengklaim bahwa penguasaan penuh atas Kota Gaza adalah “langkah menuju kemenangan.” Namun, di lapangan, serangan mendadak dari bawah tanah menunjukkan bahwa kendali penuh atas wilayah itu masih jauh dari jangkauan.

Pertempuran di Gaza terus meningkat bersamaan dengan perundingan tidak langsung di Mesir, yang kini memasuki tahap penentuan untuk mencapai gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

Gelombang Kekerasan di Tepi Barat dan al-Quds

Kekerasan pendudukan dan serangan pemukim kembali menelan korban di berbagai wilayah Tepi Barat. Jihad Ajaj, seorang pemuda Palestina, gugur setelah ditembak pemukim bersenjata di dekat Deir Jarir, timur laut Ramallah. Tiga warga lainnya luka-luka dalam insiden terpisah di Huwara dan Kamp Pengungsi Balata di Nablus, termasuk seorang anak yang ditembak pasukan Israel.

Serangan pemukim juga meluas ke Lembah Yordan, di mana seorang warga diserang dan disemprot gas merica di dekat permukiman ilegal Mekhola. Di al-Quds, paramedis Bulan Sabit Merah merawat seorang pria yang ditembak di paha di kota al-Ram, sementara di al-Khalil (Hebron), ratusan pemukim menyerbu Masjid Ibrahimi di bawah perlindungan ketat tentara Israel.

Gelombang penyerangan juga menargetkan para petani di Wadi Sa’ir, timur laut al-Khalil. Para pemukim mencabut lebih dari 200 pohon zaitun berusia puluhan tahun dan 100 pohon almond, serta membakar lahan pertanian yang ditanami anggur dan zaitun. Laporan WAFA menyebut aksi ini sebagai bagian dari kampanye sistematis untuk mengusir warga Palestina dan memperluas permukiman kolonial.

Di Tubas dan Salfit, pasukan Israel melakukan penggerebekan besar-besaran, disertai masuknya puluhan pemukim ke situs-situs religius di Kifl Haris. Di Beit Fajjar, dekat Beit Lahm, pasukan pendudukan menangkap sejumlah warga dalam operasi fajar.

Komisi Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman mencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023, pemukim Israel telah melancarkan lebih dari 7.000 serangan terhadap warga dan harta Palestina, menewaskan 34 orang dan memaksa ribuan warga mengungsi dari komunitas mereka.

Negosiasi di Sharm el-Sheikh

Delegasi tingkat tinggi Jihad Islam Palestina (PIJ) tiba di Sharm el-Sheikh, Mesir, untuk berpartisipasi dalam putaran negosiasi baru. Dalam pernyataannya, gerakan itu menegaskan bahwa pembahasan akan fokus pada penghentian agresi, penarikan total pasukan Israel dari Gaza, dan kesepakatan pertukaran tahanan.

Sekretaris Jenderal PIJ, Ziyad al-Nakhalah, menegaskan dalam pidatonya di Al Mayadeen bahwa perlawanan “sedang berjuang di dua medan sekaligus — diplomasi dan pertempuran — dan tidak akan menyerah.” Ia menekankan bahwa kesiapan untuk bernegosiasi bersifat terbatas dan hanya mencakup klausul yang “dapat ditindaklanjuti secara positif,” terutama terkait pertukaran tawanan.

Al-Nakhalah menambahkan bahwa setiap kesepakatan harus menjamin pembebasan tahanan Palestina secara terhormat, sambil memastikan berakhirnya agresi militer. “Tawanan hanya akan dibebaskan melalui perjanjian yang dapat ditegakkan dan menjamin berakhirnya perang,” tegasnya.

Hamas Umumkan Kesepakatan Agresi Israel di Gaza

Pada Kamis dini hari, 9 Oktober 2025, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri agresi Israel di Gaza, menarik seluruh pasukan pendudukan, membuka akses bantuan kemanusiaan, dan melaksanakan pertukaran tahanan.

Dalam pernyataan resmi yang dikutip oleh Palestinian Information Center, Hamas menegaskan bahwa kesepakatan ini dicapai setelah “perundingan serius dan bertanggung jawab” di Sharm el-Sheikh terkait proposal yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump. Hamas menyerukan agar semua pihak penjamin, termasuk AS, Qatar, Turki, dan Mesir, memastikan pelaksanaan penuh dari kesepakatan tersebut tanpa penundaan.

Gerakan itu memuji “keteguhan luar biasa rakyat Palestina di Gaza, al-Quds, dan Tepi Barat,” menyebut bahwa pengorbanan besar mereka telah menggagalkan rencana pendudukan untuk memusnahkan dan mengusir rakyat dari tanah airnya.

Beberapa jam kemudian, Presiden AS Donald Trump mengumumkan di platform Truth Social bahwa Israel dan Hamas telah menandatangani fase pertama dari rencana perdamaian Gaza, menyebutnya sebagai “hari besar bagi dunia Arab dan Islam, Israel, dan Amerika Serikat.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, menambahkan bahwa para mediator telah mencapai kesepakatan atas seluruh klausul tahap pertama yang mencakup gencatan senjata dan pertukaran tahanan, dengan rincian yang akan diumumkan kemudian.

Di tengah kabar gencatan senjata, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat bahwa sejak dimulainya perang dua tahun lalu, agresi Israel telah menewaskan 67.183 warga Palestina, melukai 169.841 lainnya, dan meninggalkan lebih dari 9.000 orang hilang. Lebih dari dua juta penduduk Gaza kini hidup dalam pengungsian, menghadapi kelaparan dan kehancuran massal akibat blokade dan serangan tanpa henti.

Laporan ini disusun berdasarkan berbagai sumber berita dan pernyataan resmi.

Sumber gambar: Egypt Today