Skip to main content

Puluhan ribu warga Yaman turun ke jalan pada Jumat, 3 Oktober 2025, dalam aksi solidaritas untuk rakyat Palestina. Massa memenuhi Lapangan al-Sabi‘in di ibu kota Sana‘a serta lebih dari 500 alun-alun pusat dan lokal di 14 provinsi, dengan slogan: “Menolak konspirasi AS-Zionis… berdiri teguh bersama Gaza hingga kemenangan.”

Dalam sebuah pernyataan, panitia aksi menegaskan posisi tegas Yaman dalam mendukung Palestina, menggambarkannya sebagai “sikap yang lahir dari iman murni, yang justru semakin kokoh menghadapi konspirasi.” Mereka menekankan bahwa semakin besar upaya musuh untuk melemahkan perjuangan Palestina, semakin kuat pula keteguhan posisi rakyat Yaman.

Pernyataan itu menegaskan bahwa “Amerika adalah wajah lain dari Zionis,” seraya menambahkan bahwa Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu “tidak ada bedanya dalam kejahatan dan agresi.” Mereka memperingatkan bahwa hanya orang yang jahil yang bisa berharap kebaikan dari Washington atau Tel Aviv.

Massa juga menyampaikan salam kepada “semua orang merdeka di dunia, baik pemimpin maupun bangsa, yang berdiri bersama rakyat Palestina dan perjuangan yang adil.” Para demonstran menegaskan bahwa mobilisasi berkelanjutan untuk mendukung Gaza adalah kebutuhan mendesak guna menyelamatkan nyawa, membela martabat manusia, serta membongkar “kejahatan Zionis dan Amerika.”

Mereka menegaskan bahwa upaya AS dan penjajah “Israel” untuk melemahkan atau menggagalkan gerakan solidaritas dunia adalah “sia-sia dan transparan.”

Pernyataan itu ditutup dengan seruan kepada bangsa Arab dan Islam yang lebih luas, agar meninggalkan “sikap tunduk dan kelemahan,” dengan menekankan bahwa rakyatlah yang pertama akan menanggung harga dari diam dan kelambanan.

Mobilisasi besar-besaran ini bertepatan dengan operasi militer Yaman yang berlanjut, menargetkan lokasi sensitif di wilayah yang diduduki sejak 1948 serta jalur maritim yang terhubung dengan penjajah.

Operasi terbaru, sebagaimana diumumkan Angkatan Bersenjata Yaman, termasuk serangan terhadap sebuah kapal yang melanggar larangan memasuki pelabuhan-pelabuhan “Israel.” Kapal itu dilaporkan dalam kondisi terancam tenggelam.

Pemimpin gerakan Ansarullah di Yaman, Sayyid ‘Abdul-Malik al-Houthi, mengecam agresi berlanjut Washington dan Tel Aviv terhadap rakyat Palestina. Ia memperingatkan bahwa keduanya berusaha melucuti perlawanan Palestina dan mengosongkan Gaza dari para pembela di bawah kedok rencana perdamaian.

Dalam pidato televisi, Sayyid al-Houthi menegaskan bahwa Amerika Serikat dan “Israel” bahkan menolak pengakuan simbolis sebagian pemerintah Eropa terhadap Negara Palestina. Ia memperingatkan bahwa kedua pihak berusaha menjadikan Gaza “ladang pembantaian terbuka” tanpa perlawanan bersenjata maupun terorganisir. Ia mengaitkan hal ini dengan rencana regional Trump yang menurutnya memuat klausul untuk menetralkan para pejuang Palestina dan mencabut mereka dari Gaza.

Sayyid al-Houthi menegaskan bahwa Washington dan Tel Aviv memikul tanggung jawab bersama atas pembantaian di Gaza, menggambarkan kekejaman yang sedang berlangsung sebagai “aib dan mengerikan.”

Tingkat kejahatan ‘Israel’, dengan dukungan kemitraan Amerika, telah mencapai derajat kriminalitas yang biadab dan menakutkan, ujarnya.

Menurutnya, pernyataan terbaru Washington dimaksudkan untuk mengalihkan kemarahan global atas genosida yang berlangsung di Gaza, di mana anak-anak dibiarkan kelaparan dan seluruh lingkungan dimusnahkan di bawah pengawasan AS dan “Israel.”

Ia menambahkan bahwa kebiadaban ini bahkan telah memaksa sejumlah pemerintah untuk menunjukkan sikap simbolis, seperti pengakuan parsial atas Negara Palestina, semata-mata demi mengekspresikan ketidakpuasan.

Sayyid al-Houthi juga mengungkap bahwa rencana Trump, yang dipresentasikan kepada Netanyahu, memuat butir-butir yang melayani tujuan jangka panjang “Israel,” termasuk pengakuan Trump atas al-Quds al-Muqaddas yang diduduki serta keputusan-keputusan sebelumnya yang, menurutnya, berada dalam kerangka “pendekatan berbahaya yang hendak merampas hak rakyat Palestina dan mencabut penduduk Gaza dari hak memerintah serta membela diri.”

Sumber berita: Al Mayadeen

Sumber gambar: IQNA