Dalam 24 jam terakhir, situasi di Palestina terus memburuk dengan meningkatnya agresi militer Israel di Jalur Gaza, aksi perlawanan bersenjata dari faksi Palestina, serta krisis kemanusiaan yang semakin dalam.
Global Sumud Flotilla Diganggu dan Dihadang
Pada Rabu (2/10/2025), Global Sumud Flotilla mengeluarkan pernyataan yang menuduh pasukan pendudukan Israel melakukan “intersepsi ilegal dan aksi perompakan” terhadap kapal-kapal bantuan yang menuju Gaza. Armada tersebut menegaskan bahwa tujuan mereka adalah Jalur Gaza yang terkepung, bukan pelabuhan Israel, sebagaimana diklaim angkatan laut Israel.
Menurut pernyataan itu, kamera di atas kapal dilumpuhkan dan tentara Israel naik ke beberapa kapal, memerintahkan agar seluruh armada dialihkan ke pelabuhan Ashdod yang diduduki, dengan dalih pemeriksaan bantuan kemanusiaan. Komunikasi terputus dari sejumlah kapal, sementara lebih dari 20 kapal perang Israel mengepung armada, dan empat ranjau laut terdeteksi di jalur pelayaran.
Media Israel melaporkan bahwa kapal Alma dan Sirius telah disita, dengan sejumlah aktivis ditahan. Namun, kapten Alma menegaskan kapal akan tetap berlayar menuju Gaza. Komite Internasional untuk Membebaskan Gaza mengumumkan pembentukan ruang operasi darurat untuk memantau perkembangan dan menggelar aksi solidaritas di Kairo.
Menurut Lina Tabbal, pakar hukum internasional yang ikut serta dalam armada, kapal-kapal kini berjarak sekitar 100 mil dari Gaza dan diperkirakan tiba pada pukul 5 pagi. Ia memperingatkan kemungkinan “skenario terburuk,” termasuk penyerbuan kapal dan penggunaan granat kejut oleh pasukan Israel.
Operasi Perlawanan di Gaza
Sementara itu, sayap militer Jihad Islam Palestina, Brigade al-Quds, melancarkan operasi besar di lingkungan al-Nasr, Gaza barat, dengan meledakkan rumah yang telah dipasangi bahan peledak ketika unit teknik militer Israel masuk. Rekaman drone Hudhud menunjukkan momen ledakan yang diklaim menewaskan seluruh pasukan Israel di lokasi.
Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di sekitar area operasi tersebut. Brigade al-Quds juga menembakkan roket ke permukiman Mefalsim dan Kfar Saad.
Dalam operasi lain, Brigade al-Quds dan sayap militer Hamas, Brigade al-Qassam, menembakkan mortir ke pos komando Israel di poros Morag, Khan Younis, serta menyasar pasukan di utara kota tersebut. Al-Qassam merilis rekaman para pejuangnya yang menyerang pasukan dan kendaraan Israel di Gaza City.
Brigade al-Mujahidin juga mengumumkan penembakan mortir ke arah pasukan Israel di Tel al-Hawa, barat daya Gaza City.
Serangkaian operasi serangan juga berlangsung pekan lalu, termasuk penembakan tank Israel di Tal al-Hawa, penyergapan di dekat Rumah Sakit al-Quds, serta serangan roket ke pemukiman Israel di dalam wilayah pendudukan.
Korban dan Krisis Kemanusiaan
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, korban genosida Israel mencapai 66.148 syahid dan 168.716 luka-luka. Sejak serangan besar dilanjutkan pada 18 Maret 2025, tercatat 13.280 syahid dan 56.675 luka-luka.
Dalam 24 jam terakhir saja, rumah sakit menerima 51 syahid dan 180 luka-luka. Dua warga, termasuk seorang anak, meninggal akibat kelaparan akibat blokade, sehingga jumlah korban tewas karena kelaparan meningkat menjadi 455 jiwa, termasuk 151 anak.
Selain itu, empat syahid dan 57 luka-luka jatuh akibat serangan Israel terhadap warga yang menunggu bantuan kemanusiaan, menambah total korban di lokasi distribusi bantuan menjadi 2.580 syahid dan 18.930 luka-luka.
Di Deir al-Balah, serangan udara Israel menewaskan seorang ibu bersama enam anaknya. Di tempat lain, enam warga sipil gugur saat menunggu distribusi bantuan di Gaza tengah.
Kecaman Politik Hamas
Kantor Media Pemerintah Gaza menolak klaim Israel yang menyebut telah memberikan jalur aman ke selatan sebagai upaya “menyesatkan” untuk memaksa pengungsian warga. Mereka menuding Israel dan AS bertanggung jawab penuh atas konsekuensi kemanusiaan dari kebijakan tersebut.
Gerakan Hamas mengecam pernyataan Menteri Keamanan Israel, Israel Katz, yang menyebut siapa pun yang masih berada di Gaza City dianggap “pejuang atau pendukung terorisme.” Hamas menyebut pernyataan itu sebagai bukti kesombongan rezim pendudukan dan bentuk pembersihan etnis terang-terangan.
Hamas mendesak dunia internasional, negara Arab, dan negara Islam untuk segera bertindak menghentikan pelanggaran berat tersebut dan menyeret para pemimpin Israel ke pengadilan internasional atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sumber berita: Al-Mayadeen
Sumber gambar: Al Jazeera