Skip to main content

Sekretaris Jenderal Hizbullah, Syaikh Naim Qassem, menegaskan bahwa kawasan Timur Tengah sedang berada pada titik balik politik yang sangat berbahaya. Beliau menyebut keberadaan entitas Zionis sebagai proyek kolonial ekspansionis yang dirancang untuk menjadi perpanjangan tangan Barat, alat Amerika Serikat, sekaligus alat intimidasi bagi kawasan. Menurut beliau, negara itu mencegah kemerdekaan bangsa-bangsa dan menghalangi mereka menentukan pilihan sendiri, dengan tujuan menjadikan kawasan ini bagian dari proyek ekonomi, politik, dan budaya Barat.

Beliau menambahkan bahwa siapa pun yang menolak keberadaan proyek ini akan berhadapan dengan kekerasan brutal, bahkan upaya pemusnahan. Beliau menegaskan bahwa “Israel” adalah entitas kolonial Amerika dan Barat yang bertujuan mengendalikan kawasan sekaligus menyingkirkan setiap alternatif. Menurut beliau, entitas itu telah mencapai puncak kebrutalan, menolak prinsip-prinsip kemanusiaan, hukum internasional, serta hak asasi manusia, semuanya dengan dukungan penuh pemerintahan Amerika.

Beliau menjelaskan bahwa berbagai strategi yang digagas Barat—mulai dari perang lunak, sanksi, Perjanjian Madrid, hingga Abraham Accords—tidak berhasil mempercepat pencapaian tujuan Amerika dan Israel.

Lebih lanjut, Syaikh Naim Qassem menyoroti ambisi yang dinyatakan secara terbuka oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tentang “Israel Raya.” Ambisi itu, menurut beliau, bertujuan mengubah peta Timur Tengah, menghancurkan perlawanan, menyingkirkan Hamas, mengusir rakyat Palestina dari Gaza sebagai langkah awal, serta menduduki Tepi Barat.

Beliau juga menilai serangan Israel terhadap Qatar merupakan pesan langsung bagi Doha dan negara-negara lain. Menurut beliau, setelah serangan itu, situasi menjadi berbeda: proyek ekspansionis Israel kini terbuka dan nyata, serta tampak tak terelakkan.

Syaikh Naim Qassem menjelaskan bahwa target Israel berikutnya mencakup semua pihak yang dianggap sebagai penghalang: kelompok perlawanan, pemerintahan, rakyat, maupun hambatan politik dan geografis. Beliau menyebut bahwa tujuan jangka panjang meliputi Palestina, Lebanon, Mesir, Yordania, Irak, Suriah, Arab Saudi, Yaman, dan Iran, sebelum akhirnya menyasar Turki dan kawasan lain demi mewujudkan “Israel Raya.”

Dalam menghadapi ancaman ini, beliau menegaskan bahwa hanya ada satu jalan keluar, yakni persatuan. Semua negara, rezim, rakyat, dan kekuatan perlawanan, menurut beliau, harus menyadari bahwa musuh tunggal adalah Israel dengan dukungan Amerika. Jika tidak, satu per satu bangsa di kawasan akan jatuh.

Khusus mengenai Arab Saudi, Syaikh Naim Qassem menyerukan agar membuka lembaran baru bersama perlawanan dengan sejumlah prinsip dasar: dialog harus membahas persoalan nyata dan menjawab kekhawatiran; dialog harus berpijak pada pemahaman bahwa Israel adalah musuh, bukan perlawanan; sengketa lama sebaiknya dibekukan demi menghadang agresi Israel; dan senjata perlawanan tidak ditujukan pada Lebanon, Arab Saudi, atau negara lain, melainkan hanya pada Israel. Beliau menekankan bahwa menekan perlawanan sama saja memberi keuntungan langsung bagi Israel.

Lebanon, menurut beliau, juga termasuk dalam peta “Israel Raya.” Karena itu, pembangunan negeri harus dilakukan bersama-sama. Beliau mengingatkan pengalaman Hizbullah dalam menghadapi musuh, ikut serta dalam pemilihan presiden dan pembentukan pemerintahan, serta bekerja sama dengan pihak yang berbeda pandangan politik dalam urusan legislatif maupun administrasi negara. Semua itu, kata beliau, harus diarahkan agar tidak ada yang justru melayani kepentingan Israel.

Syaikh Naim Qassem menegaskan bahwa Israel tidak akan pernah mampu mengakhiri perlawanan. Sebaliknya, keteguhan perlawanan akan membuat musuh kalah, karena menyerah bukanlah pilihan.

Mengenai Amerika, beliau mengatakan bahwa Washington hanya memberi Tentara Lebanon perlengkapan terbatas untuk kebutuhan internal, sembari terus memusuhi negeri ini dan menghalangi proses rekonstruksi. Menurut beliau, hal itu bagian dari upaya menekan perlawanan dan lingkungannya.

Beliau menyerukan upaya nasional untuk mengusir Israel dan memulai kembali pembangunan Lebanon. Beliau juga menekankan pentingnya pemilu tepat waktu, percepatan reformasi ekonomi, pemberantasan korupsi, serta dialog konstruktif mengenai strategi keamanan nasional. Semua itu, kata beliau, harus dilakukan dari posisi kuat, bukan dalam keadaan lemah.

Syaikh Naim Qassem menegaskan kesiapan perlawanan menghadapi penjajahan Zionis, bahkan dengan pengorbanan besar demi menjaga martabat Lebanon. Beliau menekankan bahwa para pendukung perlawanan tetap berpegang pada senjata mereka, karena setiap konfrontasi dengan proyek Israel adalah pertarungan menentukan bagi kelangsungan bangsa. Beliau mengingatkan bahwa perang di Gaza saat ini berlangsung dengan dukungan penuh Amerika, dan target agresi sudah meluas hingga ke lima desa dan kota di Lebanon selatan, disertai pembunuhan dan penghancuran. Menurut beliau, pemerintah memiliki tanggung jawab dan juga kemampuan untuk menghadapi hal itu.

Beliau menyatakan bahwa posisi ketiga presiden terhadap agresi terbaru di selatan sudah tepat dan perlu dipantau setiap hari, dengan prioritas menghentikan agresi, menghadapi Israel, mengusir penjajah, dan memulai rekonstruksi.

Syaikh Naim Qassem menambahkan bahwa Hizbullah siap mendukung Tentara Lebanon jika ada keputusan nasional untuk melawan musuh. Baginya, ancaman terbesar bukanlah kekurangan bantuan atau ancaman perang, melainkan hilangnya kemampuan bangsa dan dipaksa menyerah.

Beliau menutup dengan menyebut Amerika sebagai pihak yang tidak jujur dan tidak akan memberikan manfaat apa pun. Menurut beliau, Amerika dan Israel sedang menyerang seluruh dunia, namun ketidakadilan tidak akan berlangsung selamanya. Cepat atau lambat, kata beliau, hal itu akan berakhir, dan rakyat Lebanon tidak akan pernah menjadi budak, sebab mereka diciptakan sebagai manusia yang merdeka.

Sumber berita: Al-Manar

Sumber gambar: Al Jazeera