Skip to main content

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi bertemu dengan Alexander Lavrentiev, utusan khusus Presiden Rusia untuk Suriah, pada Senin, 20 Oktober 2025, dengan kedua pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap persatuan Suriah serta penolakan terhadap upaya memanfaatkan kesepakatan nuklir (JCPOA) untuk memberlakukan kembali sanksi.

Dalam pertemuan tersebut, Araghchi menyampaikan apresiasi atas sikap tegas dan prinsipil Rusia di Dewan Keamanan PBB, khususnya penolakannya terhadap eksploitasi mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian nuklir guna menghidupkan kembali resolusi yang telah dicabut terkait program nuklir Iran.

Sementara itu, Lavrentiev menegaskan pentingnya kemitraan strategis antara Iran dan Rusia, serta menekankan perlunya melanjutkan konsultasi intensif antara pejabat kedua negara mengenai isu-isu regional dan internasional.

Keduanya juga menegaskan kesatuan posisi Iran–Rusia terhadap perkembangan kawasan, termasuk pentingnya menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Suriah, serta menolak segala bentuk pelanggaran terhadap integritas teritorial negara tersebut. Mereka menyoroti perlunya mencegah Suriah menjadi lahan subur bagi penyebaran terorisme.

Di tengah meningkatnya tekanan dari ibu kota-ibu kota Barat, Teheran memperkuat kemitraannya dengan Rusia, Tiongkok, dan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB) untuk menghadapi apa yang disebutnya sebagai bentuk pemaksaan ilegal. Araghchi menegaskan bahwa ketiga negara tersebut tengah berkoordinasi untuk “menetralkan tindakan sepihak Uni Eropa” dan menjaga multilateralisme yang sejati.

Pernyataan itu sejalan dengan komunike Kampala yang dikeluarkan Gerakan Non-Blok, yang menegaskan bahwa Resolusi 2231 PBB tetap berlaku secara prinsipil, dan bahwa batas waktu 18 Oktober untuk pencabutan seluruh pembatasan terkait nuklir harus dihormati sepenuhnya.

Di tingkat domestik, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Hamid Ghanbari mengumumkan bahwa pemerintah telah mengadopsi “respons ekonomi aktif” untuk meredam dampak sanksi Barat. Ia menegaskan bahwa “selama ekonomi domestik kuat, posisi Iran di meja perundingan akan lebih unggul.”

Strategi baru Teheran berfokus pada penguatan jaringan perdagangan, diversifikasi kemitraan ekonomi, serta perlindungan terhadap mata pencaharian rakyat dari tekanan eksternal.

Sumber berita: Al Mayadeen

Sumber gambar: Tehran Times