Serial “Uli al-Baas” bukan sekadar rangkaian peristiwa, melainkan sebuah dokumen sejarah yang melalui episode hariannya mengisahkan kepahlawanan para pejuang yang dengan darah dan keteguhan mereka menulis babak gemilang dalam sejarah perlawanan. “Uli al-Baas” adalah kisah tentang mereka yang tidak pernah tunduk, tetapi justru menciptakan memori kemuliaan dan keabadian yang akan terus hidup.
Selama satu tahun penuh, Perlawanan Islam telah melancarkan perang yang berkelanjutan melawan musuh Israel sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina di Jalur Gaza. Dalam periode tersebut, perlawanan melancarkan lebih dari tiga ribu operasi militer terhadap posisi dan barisan musuh di wilayah utara Palestina yang diduduki, menimbulkan kerugian besar dalam hal personel dan peralatan, serta memaksa ratusan ribu pemukim meninggalkan permukiman di utara yang kini hampir kosong.
Front dukungan ini tidak sekadar menjadi pendukung bagi perlawanan Palestina, melainkan mitra sejati di lapangan yang mengguncang sistem pertahanan musuh dan menggagalkan upayanya untuk mengisolasi rakyat Gaza. Ketika musuh gagal memadamkan perlawanan di front dukungan, ia memindahkan medan konfrontasi ke Lebanon, dalam pelaksanaan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk melancarkan perang pada saat yang dianggap tepat.
Pada akhir September 2024, Israel memulai agresinya terhadap Lebanon melalui serangkaian serangan sistematis yang diawali dengan pembantaian mengerikan — dengan meledakkan alat komunikasi dan perangkat nirkabel yang digunakan oleh para pejuang perlawanan, bersama sejumlah besar warga sipil.
Serangan itu menewaskan banyak syuhada dan melukai ratusan warga sipil, sebagian dalam kondisi kritis. Sayyid Hassan Nasrallah (semoga Allah meridhainya), menyebut kejahatan ini sebagai peristiwa yang belum pernah disaksikan dunia dalam hal kebiadaban dan kekejamannya.
Menanggapi kejahatan tersebut, Perlawanan Islam melalui Sayyid Hassan Nasrallah menegaskan bahwa agresi itu bukanlah serangan biasa, melainkan deklarasi perang terhadap Lebanon dan rakyatnya — sebuah upaya genosida yang dimulai hanya dalam hitungan menit.
Israel tidak berhenti pada serangan pengecut itu, tetapi melanjutkan agresinya dengan serangkaian pembunuhan di jantung wilayah selatan dan pinggiran Beirut, menargetkan sejumlah pemimpin perlawanan Islam, di antaranya komandan jihad besar Ibrahim Muhammad Aqil (Hajj Abdul Qadir) bersama sejumlah pemimpin Pasukan Radwan, serta Komandan Ibrahim Musa Qubaisi (Hajj Abu Musa) dan sekelompok pemimpin pasukan rudal perlawanan, selain Komandan Angkatan Udara Muhammad Hussein (Hajj Abu Saleh).
Pada 23 September 2024, Perlawanan Islam mengumumkan dimulainya fase baru dalam menghadapi perang Israel terhadap Lebanon, di bawah tajuk “Membela Lebanon dan Rakyatnya.”
Dalam kerangka ini, pada Senin 23 September 2024, perlawanan melancarkan tujuh operasi militer yang menargetkan barak dan pangkalan militer pasukan Israel di wilayah utara Palestina yang diduduki dengan tembakan rudal besar-besaran. Target utama serangan tersebut antara lain:
- Kompleks industri militer Rafael di wilayah Zevulun, utara Haifa yang diduduki.
- Pangkalan udara Ramat David.
- Markas Korps Utara di pangkalan Ein Zeitim, barat laut Safed yang diduduki.
- Pangkalan Nimra, di sebelah barat Danau Tiberias.
Media Israel melaporkan bahwa sirene peringatan udara berbunyi untuk pertama kalinya di Haifa, dan beberapa orang dilaporkan terluka di Kiryat Bialik akibat jatuhnya roket.
Juru bicara militer Israel menyatakan bahwa sebanyak 165 roket ditembakkan dari Lebanon, beberapa di antaranya jatuh di Galilea Bawah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Sumber-sumber Ibrani menambahkan bahwa Hizbullah memperluas jangkauan serangan hingga 120 kilometer.
Pada hari itu, sirene peringatan berbunyi sebanyak 27 kali di berbagai wilayah Palestina yang diduduki, terutama di permukiman Galilee Finger, Galilea Atas dan Bawah, Dataran Tinggi Golan yang diduduki, serta sepanjang garis pantai dari Ras al-Naqoura di utara hingga Karmel di selatan.
Sumber berita: Al-Manar
Sumber gambar: Middle East Eye