Skip to main content

Presiden Kolombia Gustavo Petro menanggapi balik Washington pada Kamis, 2 Oktober 2025, dengan menegaskan bahwa kebijakan perdamaian Kolombia bersifat sepenuhnya berdaulat serta menolak campur tangan Amerika Serikat yang berupaya memengaruhi sikap Bogotá terkait genosida di Gaza.

“Dewan Keamanan tidak mengawasi kebijakan diplomasi kami. Kebijakan kami sepenuhnya berdaulat,” tulis Petro melalui akun X. Ia menambahkan bahwa mandat PBB hanya sebatas pada proses perdamaian Kolombia dengan FARC, yang menurut pemerintahannya sedang dijalankan sesuai kesepakatan yang ada.

Petro juga memperingatkan Amerika Serikat agar menghormati urusan dalam negeri Kolombia, seraya mengecam apa yang ia sebut sebagai “posisi keliru” Washington dalam isu narkotika, perdagangan manusia, hingga perdamaian dengan FARC—yang kini digunakan sebagai tekanan politik untuk mengubah sikap Kolombia terhadap Gaza.

“Apa yang terjadi di Gaza adalah genosida, dan para pelakunya harus diadili sebagaimana para penjahat genosida Nazi di Nuremberg,” tegasnya.

Ketegangan antara Bogotá dan Washington meningkat tajam setelah Amerika Serikat mencabut visa Petro menyusul pidatonya di Majelis Umum PBB. Dalam pidato tersebut, Petro menuduh negara-negara Barat terlibat dalam kekerasan di Gaza dan bahkan menyerukan agar tentara Amerika Serikat menolak perintah yang berkaitan dengan agresi terhadap warga sipil.

Petro menilai pencabutan visa itu bermotif politik dan merupakan bentuk hukuman karena dirinya berani mengecam kejahatan perang.

Sebagai bentuk solidaritas, Menteri Luar Negeri Kolombia secara sukarela melepaskan visa Amerika Serikat miliknya. Ia menyebut langkah Washington sebagai penghinaan terhadap kedaulatan nasional Kolombia sekaligus pengingat akan perlakuan tidak setara yang selama ini dialami negara-negara Amerika Latin.

Petro selama ini dikenal sebagai salah satu pengkritik paling keras terhadap agresi Israel di Gaza. Awal tahun ini, Kolombia resmi memutus hubungan diplomatik dengan “Israel,” dengan menuduh serangan ke Jalur Gaza sebagai kampanye pemusnahan kolektif.

Keputusan tersebut diikuti dengan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan militer pada “Israel.” Bogotá memulai produksi senapan serbu baru buatan perusahaan persenjataan milik negara Indumil guna menggantikan senapan Galil buatan Israel yang telah digunakan tentara Kolombia selama puluhan tahun.

Pemerintah Petro juga mengumumkan rencana untuk menghentikan secara bertahap penggunaan jet tempur Kfir buatan Israel dan mencari mitra baru untuk program modernisasi militer.

Lebih jauh, Petro menyerukan pembentukan sebuah kerangka militer global berbasis kedaulatan dan solidaritas anti-imperialis. Menurutnya, kerangka tersebut harus mampu mengakhiri dominasi doktrin pertahanan yang berpihak pada Amerika Serikat, dengan misi pertama memusatkan perhatian pada pembebasan Palestina dan penghentian pembantaian di Gaza.

Sumber berita: Al Mayadeen

Sumber gambar: Bloomberg