Skip to main content

Konsensus Faksi Palestina Menolak Rencana Trump
Tidak ada perbedaan atau perselisihan di antara faksi-faksi Perlawanan Palestina dalam menolak rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait Gaza, demikian ditegaskan analis Al Mayadeen sekaligus pakar urusan perlawanan Palestina, Hani al-Dali, yang menyebut proposal tersebut sebagai “dokumen penyerahan diri dan bunuh diri.” Ia menekankan bahwa seluruh faksi bersatu dalam penolakannya, memandang rencana itu sebagai upaya melemahkan kedaulatan Palestina dan menghancurkan perlawanan. Menurutnya, Hamas saat ini sedang menelaah proposal tersebut dengan penuh tanggung jawab terhadap rakyat Palestina, namun ia menegaskan bahwa ini bukan sekadar rencana politik biasa, melainkan “dokumen kepasrahan dan penyerahan” yang memerlukan konsultasi nasional yang mendalam. Tenggat waktu 72 jam yang diberikan Trump kepada Hamas untuk merespons sejak pengumuman pada Selasa lalu disebutnya “tidak berarti” karena musyawarah internal masih berlangsung dan membutuhkan waktu. Al-Dali menambahkan, jawaban Hamas nantinya akan terbuka pada upaya gencatan senjata, tetapi dengan tegas menolak klausul yang mencakup administrasi Gaza oleh pihak non-Palestina serta pelucutan senjata perlawanan, dengan koordinasi berkelanjutan antar faksi dan para mediator untuk memastikan posisi bersama yang kokoh.

Reuters melaporkan bahwa Mesir dan Qatar telah menyampaikan rincian rencana Trump kepada Hamas setelah Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Trump membahasnya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mempresentasikannya sebagai kerangka yang didukung oleh “para pemimpin Arab dan Islam.” Gedung Putih menyatakan bahwa jika kedua pihak menyetujui proposal tersebut, perang akan segera berakhir. Upaya mediasi yang dipimpin Qatar dan Mesir masih terus berjalan, sementara pihak perlawanan menegaskan bahwa setiap kesepakatan harus menyentuh akar masalah perang, termasuk blokade dan pendudukan.

Penargetan Tenaga Medis di Gaza
Kementerian Kesehatan Gaza mengecam keras penculikan perawat Tasneem Marwan al-Hams oleh pasukan pendudukan Israel saat ia dalam perjalanan menuju pos medis di Khan Younis. Dalam pernyataannya, kementerian menyebut Tasneem ditahan oleh pasukan penyusup Israel yang beroperasi di Khan Younis selatan dan menegaskan bahwa pihak pendudukan bertanggung jawab penuh atas keselamatannya, seraya menyerukan intervensi internasional untuk melindungi tenaga kesehatan. Tasneem adalah putri dari dr. Marwan al-Hams, tokoh medis terkemuka yang pada Juli lalu juga diculik oleh pasukan Israel dalam sebuah operasi yang menewaskan seorang jurnalis dan melukai sejumlah warga sipil. Kementerian memperingatkan bahwa penargetan sistematis terhadap tenaga medis merupakan pelanggaran serius hukum kemanusiaan, di tengah runtuhnya sistem layanan kesehatan Gaza akibat serangan yang terus-menerus.

Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 167.000 warga Palestina mengalami luka-luka akibat bombardir Israel, sementara rumah sakit kewalahan menangani pasien dengan persediaan obat bius dan pereda nyeri yang kian menipis, memaksa dokter merationing bahkan obat paling dasar. Investigasi dari Bureau of Investigative Journalism menunjukkan bahwa lebih dari separuh misi medis Organisasi Kesehatan Dunia ke Gaza tahun ini — termasuk pengiriman obat-obatan dan bahan bakar, penempatan staf, hingga evakuasi pasien — ditolak, ditunda, dihambat, atau dibatalkan. Di sisi lain, serangan Israel merusak rumah sakit dan gudang medis, sementara konvoi bantuan masih menghadapi penundaan panjang atau ditolak di perbatasan.

Serangan terhadap Global Sumud Flotilla
Global Sumud Flotilla melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel mencegat kapal-kapal mereka di perairan internasional dan menculik lebih dari 443 relawan dari 47 negara. Armada tersebut menyatakan bahwa para peserta kini ditahan secara ilegal dan mendesak aksi internasional segera untuk menjamin keselamatan mereka serta membebaskan mereka. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel mengklaim bahwa tidak ada satu pun kapal yang berhasil mencapai Gaza, menyebut para peserta dalam kondisi baik dan sedang dibawa ke pelabuhan Israel untuk dideportasi ke Eropa. Serangan terhadap armada ini memicu demonstrasi besar di berbagai ibu kota Arab dan Barat, dengan massa menyatakan solidaritas terhadap Gaza dan menuntut pertanggungjawaban atas agresi Israel.

Korban Terbaru di Gaza
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 77 warga Palestina gugur syahid dan 222 lainnya terluka dalam 24 jam terakhir akibat intensifikasi serangan Israel di seluruh Jalur Gaza. Puluhan korban masih terperangkap di bawah reruntuhan bangunan atau di lokasi yang tak dapat dijangkau tim penyelamat dan ambulans karena terus digempur. Dengan tambahan ini, jumlah korban agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 hingga 2 Oktober 2025 telah mencapai 66.225 syahid dan 168.938 luka-luka, termasuk 13.357 syahid dan 56.897 luka sejak 18 Maret 2025. Di antara korban dalam 24 jam terakhir adalah dua warga Palestina yang gugur dan 44 lainnya terluka saat mencoba mendapatkan bantuan kemanusiaan, sehingga jumlah syahid dalam upaya mencari makanan naik menjadi 2.582 dengan 18.974 terluka.

Koresponden Al Mayadeen melaporkan bahwa pasukan pendudukan melakukan sejumlah pembantaian yang menargetkan kawasan pemukiman dan kamp pengungsian. Di Kota Gaza, dua kendaraan lapis baja berisi bahan peledak diledakkan di Tal al-Hawa, menghancurkan rumah-rumah, sementara robot jebakan digunakan secara meluas untuk menimbulkan kerusakan besar dengan perlindungan pasukan Israel. Serangan drone menewaskan seorang anak di kawasan Ansar, barat Kota Gaza, sementara artileri berat menghujani al-Shujaiya di bagian timur. Di Deir al-Balah, tiga warga gugur dan 13 lainnya terluka akibat serangan drone ke tenda pengungsian, sementara Rumah Sakit al-Awda di al-Nuseirat menerima sembilan jenazah syahid dan 13 korban luka dari bombardir di sepanjang Jalan al-Rashid yang menyasar warga sipil yang berusaha mengungsi ke selatan. Artileri Israel juga menghantam sebelah timur kamp al-Maghazi, delapan warga terluka ketika tembakan mengenai tenda pengungsian keluarga di dalam Universitas al-Aqsa di Khan Younis, dan di Rafah, seorang anak perempuan kritis setelah ditembak di kepala oleh pasukan Israel di kawasan al-Mawasi.

Sumber berita: Al Mayadeen

Sumber gambar: New York Times