Skip to main content

Armada internasional terbesar yang berlayar dari Eropa menuju Jalur Gaza kini mendekati pesisir, di tengah peringatan akan kemungkinan konfrontasi dengan pasukan pendudukan Israel yang bersiap mencegatnya.

Flotila tersebut terdiri dari sekitar 50 kapal yang membawa lebih dari 500 aktivis dari 45 negara, dan diperkirakan tiba pada Selasa malam, 30 September 2025, atau Rabu pagi, 1 Oktober 2025. Konvoi itu didampingi kapal perang Eropa dari Italia, Spanyol, Yunani, dan Turki, dengan tujuan memberikan dukungan kemanusiaan kepada para aktivis jika diperlukan. Ankara juga mengirim dua drone untuk mendokumentasikan pelayaran.

Panitia kampanye mengonfirmasi bahwa flotila kini berjarak 370 kilometer dari Gaza, menegaskan bahwa tujuan mereka adalah “mematahkan blokade dan membuka jalur laut.” Sementara itu, Otoritas Flotila Keteguhan Maghreb mengumumkan bahwa kapal-kapal tersebut telah mencapai zona oranye, yang mendahului wilayah intersepsi biasa Angkatan Laut Israel.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa serangan terhadap flotila adalah hal yang “tidak dapat diterima,” sementara organisasi internasional, termasuk Amnesty International, menyerukan perlindungan terhadap rombongan tersebut. Sementara itu, surat kabar Ibrani Haaretz mengungkapkan bahwa dinas keamanan Israel telah menghubungi angkatan laut negara-negara pendamping untuk menyusun kode etik, di tengah kekhawatiran akan gesekan yang dapat merusak citra internasional Israel.

Meskipun ada usulan untuk mengizinkan kapal berlabuh di pelabuhan alternatif seperti Siprus atau Yunani, atau menyalurkan bantuan melalui Mesir atau Yordania, penyelenggara menolak semua opsi tersebut dan menegaskan tekad mereka untuk mencapai Gaza.

Militer Israel bersiap mengerahkan komando angkatan laut untuk menaiki kapal, dengan kemungkinan memanggil unit cadangan dan pasukan elite jika terjadi eskalasi. Jika kapal-kapal itu disita, mereka akan dibawa ke pelabuhan Ashdod, di mana para aktivis diperkirakan akan ditangkap dan dideportasi.

Sebaliknya, para aktivis menegaskan komitmen mereka pada perlawanan damai, dengan menyatakan bahwa setiap serangan atau perampasan kargo merupakan “kejahatan internasional.” Beberapa peserta bahkan mengancam akan membawa kasus ini ke Mahkamah Pidana Internasional atau melakukan mogok makan jika ditangkap.

Secara diplomatis, Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani menyerukan agar Israel “menggunakan akal sehat dan menahan diri dari kekerasan,” sementara mitranya dari Israel menyatakan bahwa konfrontasi tidak akan berkembang menjadi kekerasan.

Flotila yang dinamakan “Global Resilience” tersebut berlayar dari Barcelona pada akhir Agustus, membawa bantuan kemanusiaan dan pasokan medis. Armada ini melibatkan sejumlah organisasi dan serikat internasional, termasuk Freedom Flotilla dan Global Gaza Movement.

Sumber berita: Al-Manar

Sumber gambar: Islamic Republic News Agency