Skip to main content

Pelaksanaan ritual keagamaan Yahudi kuno di ibu kota Suriah, Damaskus, oleh seorang rabi Suriah-Amerika menimbulkan pertanyaan dan peringatan dari kalangan analis keamanan. Mereka menilai ritual itu bukan sekadar ibadah, melainkan sinyal simbolis terkait klaim teritorial dan dugaan proyek “Israel Raya.”

Sebuah video yang beredar menunjukkan rabi bernama Henry Hamra, yang datang dari Amerika Serikat, memimpin doa dan meniup shofar (terompet Yahudi) di sebuah sinagoga kuno di Kota Tua Damaskus. Kunjungan ini disebut sebagai yang pertama dilakukan komunitas Yahudi Damaskus setelah jeda satu bulan.

Menurut analisis strategis, tiupan shofar dalam tradisi kelompok Yahudi ekstrem sering dimaknai sebagai tanda penguasaan wilayah baru. Sebagian bahkan menganggapnya sebagai deklarasi kemenangan dan awal “era Yahudi” di tanah yang disebut dalam ritual. Praktik ini sebelumnya juga dilakukan saat penyerbuan ke Masjid al-Aqsa, di Dataran Tinggi Golan, dan menjelang Perang Gaza.

Pengamat menilai ritual tersebut bagian dari “perang agama terbuka” terhadap wilayah Arab sekaligus bentuk perang psikologis untuk memberi semangat kepada pemukim Yahudi dan mendorong kekerasan atas nama pembangunan negara. Mereka juga menghubungkannya dengan doktrin ekstremis tentang pembangunan Bait Suci Ketiga dan proyek “Israel Raya.”

Dalam keyakinan kelompok tersebut, pembangunan Bait Suci dianggap kewajiban agama dengan cakupan wilayah dari Yerusalem hingga Damaskus dan Sinai. Tiupan shofar juga dihubungkan dengan ritual “pembukaan makam” yang diyakini sebagai syarat berdirinya Israel. Disebutkan bahwa makam sudah dibuka di Yerusalem dan Damaskus, sementara satu lagi masih tersisa di Mesir.

Para analis menyesalkan lemahnya respons Arab dan Islam terhadap peristiwa ini, yang dinilai memberi dorongan moral bagi Israel untuk melanjutkan rencananya. Meski begitu, mereka menekankan bahwa ritual simbolis ini hanyalah bagian dari propaganda. “Tiupan terompet tidak bisa mencegah tentara Israel kembali dari Lebanon Selatan dalam peti mati, dan di Gaza saat ini darah tentara Israel juga tetap tertumpah,” ujar analisis tersebut.

Sumber berita: Al-Alam

Sumber gambar: Al-Monitor