Skip to main content

Pada Selasa, 23 September, pejabat senior Hamas Osama Hamdan menyambut baik pengakuan internasional terbaru terhadap negara Palestina sebagai “langkah ke arah yang benar,” seraya menegaskan bahwa hal itu merupakan buah politik dari perlawanan Palestina — khususnya sejak dimulainya Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

Dalam waktu yang sama, Hamdan menekankan bahwa pengakuan saja tidak cukup: yang terpenting kini adalah langkah konkret untuk menghentikan pembunuhan dan memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau warga sipil. Ia mendesak komunitas internasional agar menerjemahkan langkah diplomatik menjadi tekanan terhadap “Israel” — termasuk melalui sanksi — alih-alih memberlakukan diktat kepada rakyat Palestina.

Hamdan berpendapat bahwa dukungan sejati tidak bisa direduksi menjadi “instruksi samar” atau kompromi yang dipaksakan dari luar. Dalam wawancaranya dengan Al Mayadeen, ia menegaskan bahwa “langkah praktis” harus dimulai dengan penghentian segera agresi di Gaza, dan para aktor internasional seharusnya mengarahkan tindakan mereka pada pendudukan, bukan mencoba mendikte pilihan bangsa Palestina. Ia memperingatkan bahwa sejumlah pemerintah berusaha lari dari tanggung jawab menjatuhkan sanksi terhadap “Israel” dengan membatasi diri pada pengakuan simbolis.

Menanggapi serangan Israel terhadap Qatar — yang disebut sebagai upaya pembunuhan terhadap pimpinan Hamas — Hamdan mengatakan bahwa gerakannya tidak mengirim pesan kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump maupun pemimpin lain sejak insiden itu. Ia menyebut serangan tersebut sebagai bukti bahwa pendudukan Israel “tidak mengenal batas maupun kedaulatan negara,” sekaligus menegaskan pandangan Hamas bahwa Tel Aviv siap melanggar kedaulatan regional.

Hamdan menyatakan bahwa proposal dan pembicaraan baru Israel hanyalah taktik untuk menutupi kekerasan yang berlanjut di Gaza. Ia menegaskan semakin jelas bahwa “Israel” tidak berminat pada gencatan senjata nyata, melainkan berusaha membeli waktu demi keuntungan politik yang gagal mereka raih dalam dua tahun perang. Ia juga menolak gagasan adanya konsesi dari Hamas, seraya memperingatkan bahwa upaya menggambarkan Perlawanan sebagai pihak yang melemah adalah keliru.

Lebih jauh, Hamdan menekankan hubungan erat antara Perlawanan Palestina dan Perlawanan Lebanon — khususnya Hizbullah — dengan memuji mendiang pemimpin Hizbullah, syahid Sayyid Hassan Nasrallah, serta menegaskan bahwa warisannya memperkuat Poros Perlawanan. Ia mengatakan koordinasi berfokus pada tiga isu pokok: menentang pendudukan Israel, menjaga persatuan Arab, dan menempatkan Palestina sebagai pusat agenda strategis kawasan.

Hamdan juga menyinggung adanya “pencapaian yang belum diungkap ke publik,” sembari menambahkan bahwa waktunya akan datang untuk mengumumkannya. Terkait hubungan dengan Mesir, Hamdan memuji sikap Kairo yang menolak rencana pemindahan massal dari Gaza. Ia menilai mobilisasi Israel terhadap Mesir didorong oleh penolakan Kairo terhadap upaya pengusiran paksa.

Hamdan memperingatkan bahwa ambisi “Israel” melampaui Gaza. “Ancaman ini tidak lagi terbatas pada pengusiran orang Palestina; mereka bermaksud memaksakan kehendaknya pada negara-negara tetangga,” ujarnya, sambil mendesak aktor regional untuk memandang serius ancaman Israel.

Sumber berita: Al Mayadeen

Sumber gambar: AhlulBayt News Agency