Pada Kamis, 18 September 2025, tentara pendudukan Zionis akhirnya terpaksa mengakui bahwa empat perwiranya – satu berpangkat mayor dan tiga letnan – tewas, sementara tiga serdadu lainnya luka dalam pertempuran sengit di selatan Jalur Gaza.
Dalam waktu yang sama, Brigade Mujahidin menegaskan keberhasilan mereka menghantam tank Merkava di lingkungan Zeitoun, Kota Gaza, dengan tembakan langsung yang mengenai sasaran.
Foto yang beredar memperlihatkan kendaraan militer Zionis dihantam alat peledak pejuang perlawanan di Rafah, selatan Gaza. Ledakan tersebut bukan serangan kecil; helikopter musuh dikerahkan untuk mengevakuasi mayat dan korban luka. Sensor militer Israel buru-buru memberlakukan larangan publikasi detail insiden yang mereka sebut sebagai “sangat sulit.”
Media berbahasa Ibrani sendiri menggambarkan operasi itu sebagai sebuah bencana besar, mengonfirmasi gugurnya empat perwira dan serdadu serta melukai delapan lainnya, sebagian dalam kondisi kritis. Mereka bahkan mengakui bahwa ledakan terjadi di kawasan yang oleh tentara pendudukan dianggap “aman.”
Meski awalnya menutup-nutupi, militer Zionis akhirnya mengumumkan kematian empat perwiranya dan luka tiga serdadu lain akibat pertempuran di Gaza selatan.
Di Gaza utara, perlawanan Palestina melancarkan operasi kedua berupa bentrokan dan baku tembak. Sumber Ibrani mengakui adanya korban di pihak pendudukan akibat penyergapan pejuang. Brigade Mujahidin menegaskan bahwa mereka kembali menghantam tank Merkava dengan rudal Sa’ir, menghancurkannya di kawasan Al-Musalaba, lingkungan Al-Zeitoun.
Rangkaian operasi heroik ini berlangsung di tengah meningkatnya kepanikan Zionis, yang diliputi ketakutan para pejuang muqawamah akan berhasil menawan serdadu mereka saat pertempuran semakin meluas ke jantung Kota Gaza.
Harian Zionis Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa intelijen Israel dalam rapat rahasia di Knesset memperkirakan sekitar 7.500 pejuang Palestina siaga di kawasan Kota Gaza.
Ketegangan makin bertambah setelah Otoritas Penyiaran Israel mengungkap bahwa lima tentara Brigade Golani menolak bertempur di Gaza. Tiga langsung dicopot dari tugas lapangan, sementara dua lainnya dijebloskan ke penjara militer.
Sementara itu, New York Times mengungkap adanya perpecahan serius dalam elit politik dan militer Zionis. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan berselisih dengan pejabat keamanannya, di tengah perluasan agresi brutal Tel Aviv di Gaza. Para pakar menilai bahwa pengambilan keputusan kini terkonsentrasi di tangan satu orang: Netanyahu sendiri, yang kian terpojok oleh kegagalan perangnya.
Sumber berita: Al-Alam
Sumber gambar: The Times of Israel