Kantor Media Pemerintah di Gaza pada Selasa, 17 September 2024, menegaskan bahwa lebih dari satu juta warga Palestina tetap bertahan di Kota Gaza dan wilayah utara, berpegang teguh pada tanah serta rumah mereka, dan secara tegas menolak untuk dipindahkan ke selatan.
Kantor tersebut menjelaskan bahwa keteguhan mempertahankan tanah ini berlangsung meskipun adanya “pemboman brutal dan perang genosida” yang dilakukan pendudukan Israel sebagai bagian dari kejahatan pengusiran paksa yang sedang berlangsung, yang melanggar semua hukum dan konvensi internasional.
Dalam pernyataan pers, disebutkan bahwa jumlah penduduk Kota Gaza dan wilayah utara melebihi 1,3 juta jiwa, termasuk sekitar 398.000 warga di Provinsi Gaza Utara, sebagian besar di antaranya terpaksa mengungsi ke bagian barat provinsi tersebut. Sementara itu, lebih dari 914.000 warga Provinsi Gaza, termasuk sekitar 350.000 orang, terpaksa meninggalkan lingkungan timur Kota Gaza menuju pusat dan barat kota.
Kantor Media Pemerintah juga melaporkan bahwa dalam beberapa hari terakhir tim pemerintah mencatat peningkatan pengusiran paksa ke selatan akibat pemboman Israel. Sekitar 190.000 warga telah dipaksa meninggalkan rumah mereka karena tekanan operasi militer. Namun, tercatat pula arus perpindahan balik, di mana lebih dari 15.000 orang kembali ke wilayah asal mereka di Kota Gaza setelah sebelumnya memindahkan perabotan dan barang-barang ke selatan untuk diamankan, mengingat di sana tidak tersedia kebutuhan dasar kehidupan.
Disebutkan pula bahwa wilayah Al-Mawasi di Khan Yunis dan Rafah, yang saat ini menampung sekitar 800.000 orang dan secara keliru dipromosikan otoritas pendudukan sebagai kawasan “aman dan kemanusiaan”, justru telah menjadi sasaran lebih dari 109 serangan udara dan pengeboman berulang, menewaskan lebih dari 2.000 orang dalam serangkaian pembantaian. Kawasan itu sama sekali tidak memiliki kebutuhan dasar hidup, termasuk rumah sakit, air, makanan, tempat tinggal, listrik, dan pendidikan, sehingga mustahil layak dihuni.
Kantor Media Pemerintah menambahkan bahwa area yang disebut pendudukan sebagai “zona perlindungan” tidak lebih dari 12% luas Jalur Gaza, namun berusaha memaksa lebih dari 1,7 juta orang masuk ke dalamnya, sebagai bagian dari rencana membentuk “kamp konsentrasi” dalam kebijakan sistematis pengusiran paksa, dengan tujuan mengosongkan Gaza Utara dan Kota Gaza dari warganya. Hal ini digambarkan sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang nyata, yang melanggar hukum internasional serta hukum humaniter internasional.
Kantor tersebut menegaskan bahwa kejahatan genosida dan pengusiran paksa yang terus dilakukan pendudukan Israel terhadap warga sipil Palestina sepenuhnya tidak dapat diterima, sembari mengecam sikap diam internasional dan kegagalan untuk memikul tanggung jawab hukum maupun moral.
Lebih lanjut, pihaknya menegaskan bahwa pendudukan Israel, sekutu strategisnya yaitu pemerintahan AS, serta negara-negara yang terlibat dalam “kejahatan genosida” harus memikul tanggung jawab penuh atas apa yang terjadi beserta konsekuensi hukum internasionalnya.
Kantor Media Pemerintah menyerukan komunitas internasional, PBB, serta lembaga-lembaga hukum dan pengadilan internasional untuk segera mengambil langkah serius guna menghentikan kejahatan ini, mengadili para pemimpin pendudukan di hadapan pengadilan berwenang, serta menjamin perlindungan warga sipil dan hak mereka untuk tetap tinggal di tanah mereka dengan aman dan bermartabat.
Pada hari yang sama, tentara Israel memulai invasi dan operasi darat di Kota Gaza sebagai persiapan untuk mendudukinya. Tiga divisi militer (98, 162, dan 36) melancarkan operasi darat berskala besar di tengah serangan udara dan artileri intensif yang meningkat sejak malam sebelumnya. Perdana Menteri Israel mengonfirmasi “dimulainya operasi militer berskala besar” di Kota Gaza sebagai bagian dari Operasi “Gideon 2.”
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa jumlah korban akibat perang pemusnahan sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai 64.964 orang syahid dan 165.312 orang luka-luka, setelah dalam 24 jam terakhir tercatat 59 orang meninggal dan 386 lainnya luka-luka. Korban akibat penembakan terhadap pencari bantuan juga telah mencapai 2.497 orang syahid dan lebih dari 18.294 orang luka-luka.
Sumber berita: Al-Alam
Sumber gambar: Al Jazeera