Universitas California, Berkeley menuai kecaman setelah mengungkapkan bahwa pihak kampus menyerahkan nama 160 dosen, mahasiswa, dan staf kepada pemerintahan Donald Trump sebagai bagian dari penyelidikan federal terkait “dugaan insiden antisemitisme.” Langkah tersebut memicu kemarahan para akademisi yang menjadi sasaran, yang menyamakannya dengan taktik “era McCarthy” untuk membungkam perbedaan pendapat di kampus.
Dalam surat yang dikirim pekan lalu oleh penasihat kampus David Robinson, pihak-pihak terkait diberi tahu bahwa nama mereka termasuk dalam dokumen yang diserahkan kepada Kantor Hak Sipil Departemen Pendidikan AS. Kantor itu tengah melakukan penyelidikan sejalan dengan upaya Trump untuk menindak aktivisme pro-Palestina, mahasiswa internasional, dan kebebasan akademik di universitas-universitas Amerika.
Filsuf terkemuka Judith Butler, yang lama vokal mengkritik kebijakan Israel, mengatakan pada Jumat, 12 September 2025, bahwa universitas menolak mengungkap isi tuduhan apa pun. Butler, yang beragama Yahudi, menyebut pengungkapan nama itu sebagai “pelanggaran besar terhadap kepercayaan” dan menilai hal itu merusak tradisi Berkeley sebagai kampus kelahiran Gerakan Kebebasan Berbicara tahun 1960-an.
“Butuh hak untuk tahu tuduhan apa yang diarahkan pada kami, siapa yang melaporkan, dan kesempatan untuk membela diri,” kata Butler. “Namun tidak ada satu pun yang terjadi, itulah sebabnya kami merasa hidup di ‘Kafka-land’.”
Pihak UC mengonfirmasi bahwa nama-nama memang diserahkan, tetapi menyatakan keputusan itu berasal dari penasihat hukum sistem Universitas California secara keseluruhan. Seorang juru bicara menambahkan bahwa institusi wajib memenuhi permintaan federal sambil tetap “melindungi privasi” komunitas kampus “sebisa mungkin.”
Butler memperingatkan bahwa daftar tersebut mencakup dosen paruh waktu dan mahasiswa internasional yang berisiko menghadapi deportasi, kehilangan pekerjaan, atau pelecehan. Ia juga menegaskan prosedur normal kampus untuk menangani pengaduan telah ditangguhkan, sehingga mereka yang namanya tercantum tidak memiliki kesempatan untuk merespons atau bahkan mengetahui apakah mereka dituduh antisemit atau sekadar dikaitkan dengan tuduhan yang lebih luas.
Dalam surat kepada Robinson, Butler membandingkan praktik ini dengan taktik “yang sudah dikenal” dari era McCarthy, dan memperingatkan dampaknya bisa berupa pengawasan pemerintah, pembatasan perjalanan, atau daftar hitam. “Membiarkan universitas didikte oleh para operator politik seperti ini sama saja melemahkan ideal berpikir kritis, perbedaan pendapat, dan demokrasi,” tulisnya.
UC Berkeley menghadapi tekanan yang semakin besar dari pemerintahan Trump terkait aktivisme pro-Palestina, termasuk pembubaran kamp mahasiswa awal tahun ini setelah mereka menuntut kampus meninjau investasi yang terkait dengan produsen senjata. Administrasi Trump juga menargetkan beberapa kampus elit dengan pemotongan dana dan penyelidikan hukum atas aksi protes di kampus.
Juru bicara kampus Janet Gilmore mengatakan bahwa universitas telah menyerahkan “berbagai dokumen” kepada pejabat federal dalam beberapa bulan terakhir dan mengikuti pedoman senat akademik untuk memberi tahu individu saat informasi mereka diungkapkan. “Kami berkomitmen pada transparansi dan mendukung komunitas kampus sambil mematuhi penyelidikan federal,” ujarnya.
Sementara itu, universitas-universitas ternama AS semakin banyak bergantung pada mitra korporasi untuk menopang keuangan setelah pemerintahan Trump membatalkan ratusan hibah riset federal. Menurut laporan Wall Street Journal bulan Juni, para pengelola dan dosen di lembaga seperti Harvard kini menjajaki kerja sama dengan perusahaan teknologi dan farmasi besar guna menggantikan dana pemerintah yang hilang.
Awal Juni lalu, para dosen dan peneliti di Universitas California mengajukan gugatan terhadap Trump dan beberapa lembaga pemerintah atas pemotongan dana riset. NBC News melaporkan bahwa ini akan menjadi gugatan class action pertama yang menantang kebijakan pengurangan pendanaan dan hibah riset secara drastis, yang telah mengakibatkan PHK dan penghentian banyak proyek.
Claudia Polsky, direktur pendiri klinik hukum lingkungan Universitas California, mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Distrik AS di San Francisco pada Juni 2025. Kepada media, Polsky mengatakan bahwa meski dirinya tidak terdampak langsung oleh pemangkasan anggaran, ia terdorong untuk bergabung dengan rekan-rekannya menggugat tanpa dukungan institusional.
Sumber berita: Al Mayadeen
Sumber gambar: The New York Times