Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio dijadwalkan berkunjung ke Israel akhir pekan ini untuk menegaskan kembali dukungan Washington, meskipun kecaman dunia semakin meluas terhadap kehancuran Gaza dan serangan tak terduga di Qatar yang menewaskan para pemimpin Hamas saat tengah membahas gencatan senjata.
Serangan di Doha, negara yang menjadi tuan rumah Pangkalan Udara Al-Udeid milik AS sekaligus pusat diplomasi Amerika, telah mengguncang kawasan. Menurut laporan, lima pejabat Hamas dan seorang perwira keamanan Qatar tewas. Israel mengklaim telah memberi tahu Washington sebelumnya, namun pihak Qatar membantah menerima pemberitahuan.
Presiden AS Donald Trump menyebut insiden itu sebagai hal yang disayangkan dan mengatakan Washington baru mengetahui terlalu terlambat untuk mencegahnya. Gedung Putih bersikeras bahwa seorang utusan telah berusaha memberi tahu Doha sebelumnya, tetapi kegagalan itu memicu pertanyaan serius di antara sekutu Teluk mengenai kredibilitas jaminan keamanan AS.
Kontroversi semakin besar karena Qatar baru saja mempererat hubungan dengan Washington. Beberapa bulan lalu, Doha berkomitmen investasi lebih dari satu triliun dolar AS ke Amerika Serikat, di samping perannya yang berkelanjutan sebagai mediator dalam negosiasi gencatan senjata Gaza. Para analis di Teluk menyebut insiden tersebut sebagai bentuk pengkhianatan, memperingatkan bahwa kemampuan Israel menyerang di wilayah mitra utama AS tanpa konsekuensi melemahkan keyakinan terhadap perlindungan Amerika.
Meski badai diplomatik itu terus bergulir, Rubio tetap melanjutkan rencananya. Setelah bertemu Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani di Gedung Putih, di mana Trump dilaporkan menjanjikan insiden serupa “tidak akan terulang lagi di tanah mereka,” Rubio akan bertolak ke Israel. Juru bicara Departemen Luar Negeri Tommy Pigott mengatakan misi Rubio adalah menentang “langkah-langkah anti-Israel, termasuk pengakuan sepihak atas negara Palestina yang dianggap memberi hadiah pada terorisme Hamas.” Ia menambahkan bahwa Rubio juga akan bertemu keluarga sandera dan menegaskan tujuan Washington agar Hamas “tidak pernah lagi memerintah Gaza.”
Sementara itu, Prancis bergerak ke arah sebaliknya. Paris memimpin persiapan untuk KTT PBB pada 22 September mendatang, di mana sejumlah negara Barat diperkirakan akan mengakui negara Palestina berdasarkan wilayah Tepi Barat. Inggris, Prancis, dan Jerman pada Jumat, 12 September 2025, juga secara bersama-sama menuntut penghentian segera kampanye terbaru Israel untuk merebut Kota Gaza, memperingatkan risiko pengungsian besar-besaran di wilayah yang sudah luluh lantak akibat pemboman.
Rubio juga kemungkinan akan menghadiri peresmian terowongan di Kota Tua al-Quds yang mengarah ke kompleks Al-Aqsa, langkah yang dilihat rakyat Palestina dan kelompok hak asasi sebagai upaya memperkuat klaim kedaulatan ilegal Israel atas salah satu situs paling sensitif dan suci di dunia. Sejak perang 1967, Israel mempertahankan pendudukan dan aneksasi ilegal atas Al-Quds Timur, dengan bersikeras bahwa kota itu adalah “ibu kota yang tak terbagi,” posisi yang ditolak hampir semua negara. Keputusan Trump memindahkan kedutaan AS ke al-Quds, meski bertentangan dengan hukum internasional, serta sikap diam Washington atas ekspansi permukiman telah semakin mengokohkan perampasan tanah Palestina. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan agenda itu pada Kamis, 11 September 2025, saat peluncuran proyek permukiman baru, dengan menyatakan bahwa tidak akan pernah ada negara Palestina dan menegaskan, “tempat ini milik kami.”
Sumber berita: Al Mayadeen
Sumber gambar: Anadolu Agency